Siapa tak kenal Alim Markus? Presiden
direktur Grup Maspion ini merupakan contoh pengusaha sukses yang
merintis usaha dari bawah. “Kerja, kerja, kerja, kemudian belajar!”
begitu salah satu kiat suksesnya. Belum lama ini, Alim Markus (60)
merilis buku berjudul 100 Jurus Bisnis Alim Markus di kampus Untag
Surabaya. Berikut nukilannya:
Saya
mulai terjun di dunia usaha di umur belia. Sebelum usia 20 tahun, hidup
saya bergantung 100% rajin kerja keras. Pada usia 20 hingga tahun,
usaha saya sudah kelihatan sedikit baik. Ada fondasi, 10% tergantung
unsur luck (keberuntungan), 90% tergantung rajin kerja keras.
Unsur
luck itu bisa pelan-pelan bertambah kira-kira, ya, 20% sampai 40%. Tapi
suatu usaha timing tidak tepat. Tempatnya salah dan tidak cocok,
organisasinya tidak kompak. Dengan gegabah dilaksanakan usaha itu. Jadi,
bisa dibayangkan kegagalannya.
Sejak
usia 15 tahun, saya mengetahui bahwa cari uang itu sulit. Hidup itu
banyak tantangan karena usaha orangtua masih kecil. Tinggal di sebuah
rumah petak seluas 4 X 4 meter persegi di Jalan Kapasan Gang II Nomor 2,
saya hidup uyel-uyelan dengan ayah, ibu, dan keempat adik saya.
Jadi,
saya harus bekerja keras. Orang lain bekerja delapan jam sehari, saya
14 jam, dari jam lima pagi, ayam berkokok sampai jam 19.00, setan mulai
keluar, katanya.
Sejak
muda saya mempunya cita-cita yang besar untuk menjadi pengusaha besar.
Saya juga memiliki keinginan untuk tidak menjadi nomor dua atau tiga,
tapi harus nomor satu. Tetapi tentu saja keinginan itu saya simpan dalam
hati, karena saya tidak boleh sombong.
Karena
itu, saya berusaha untuk lebih rajin belajar. Dalam hal ini, awalnya
saya banyak belajar dari kerja keras dan ketekunan ayah saya, Alim
Husin, dan kemudian belajar dari pengusaha lainnya.
Saat
usia masih sangat muda, saya sudah jadi verkoper. Masuk keluar pasar
yang becek. Hidup yang sulit itu merupakan latihan yang ampuh. Suatu hal
yang sangat berharga, tidak bisa dibeli dengan uang satu miliar pun.
Banyak
orang mungkin tidak percaya bahwa saya mengalami hidup yang berat di
masa remaja. Mereka mungkin berpikir, saya adalah anak pengusaha kaya,
yang menikmati kehidupan mewah sehari-hari. Bagaimana mungkin. Bisnis
orangtua saya masih kecil, rumah pun di gang sempit. Tapi, untungnya,
keluarga saya mendidik saya tidak menjadi anak yang suka mengeluh. Ini
sungguh saya syukuri.
Saya
mengalami usaha sebagai pengusaha lemah, tanpa modal banyak. Tetapi,
ibarat tanaman, saya tidak tumbuh di dalam rumah, namun di hutan
belantara. Sehingga, saat jadi besar, saya tidak takut pada angin ribut
dan hujan yang lebat. Karena akarnya masuk ke tanah dalam sekali.
Setelah
memulai usaha, setapak demi setapak, saya memahami tidak ada jalan lain
untuk terus-menerus mengakumulasi modal. Di kemudian hari saya pun tahu
nasihat seorang pengusaha Amerika kaya-raya, yang di masa kecil
berjualan pembersih peralatan dapur. Bagaimana caranya?
Pengusaha
Amerika ini mengatakan, kalau kita ingin penghasilan lebih besar, ya,
menjual barang lebih banyak. Untuk itu, kita harus menawarkan barang
kepada lebih banyak orang. Semakin banyak menawarkan, semakin banyak
barang terjual.
Di
masyarakat bisnis itu tidak ada pemberian gelar dari universitas
biarpun Anda sudah berusaha selama 40 tahun. Sehingga, banyak pengusaha
yang usahanya dari nol, setelah sukses pun tidak ada gelar. Businessman
melalui kegiatannya memberikan kontribusi kepada masyarakat dan
masyarakat memberikan penghargaan.
Dunia bisnis adalah dunia yang riil atau nyata, banyak perubahan. Tidak mesti seperti yang diajarkan di sekolah bahwa 1 + 1 = 2.
Dalam
suatu usaha bisnis tidak ada formula yang baku. Demikian pula sukses
tidak ada formula bakunya. Namun, kalau bisa tahu unsur-unsurnya,
persentase suksesnya akan lebih besar.
Di
antara unsur-unsur sukses tersebut tentunya adalah belajar dari
orang-orang yang sudah sukses. Seandainya kita ingin jadi dokter, kita
tentunya juga harus belajar dari dokter beneran. Bukan orang di luar
dokter, meskipun dia pernah belajar ilmu kedokteran.
Dari
orang-orang yang telah sukses itulah nantinya kita memperoleh beragam
pelajaran. Kita pun akan tahu unsur-unsur dasar untuk sukses seperti
belajar dan bekerja secara tekun.
Saya
melakukan segalanya dengan well-prepared. Persiapan sebaik-baiknya.
Seperti dalam menghadapi perubahan cuaca. Sebelum hujan, siaplah payung.
Seperti ketika kita menjalani ujian sekolah, kita harus membuat
persiapan.
Tidak
mungkin kita tidak mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik bila
kita menginginkan hasil ujian yang baik. Dalam berbisnis pun sama saja.
Tak mungkin kita memperoleh hasil yang baik tanpa persiapan yang bagus
pula.
Dalam
berusaha, kita harus maju terus, tapi dengan hati-hati. Dengan
hati-hati majulah terus seperti kapal berlayar. Harus dihitung ombak
laut seberapa tinggi. Sebelum berlayar, perhatikan ombak lautnya
seberapa keras.
Konfusius
(Khonghuchu) pernah mengatakan, sikap hati-hati jarang memunculkan
kesalahan. Saya percaya benar. Dengan prinsip kehati-hatian dalam binis,
kita dikondisikan untuk mempertimbangkan berbagai kemungkinan apa yang
akan terjadi di masa depan dengan melihat fakta-fakta yang ada.
Dipadu
dengan pengalaman-pengalaman kita, dan juga pengalaman pengusaha lain,
kita dapat menganalisis sebelum memutuskan langkah-langkah yang akan
kita ambil.
Berbisnis itu
seperti main golf. Hole pertama jelek, ya, di hole kedua. Sikap tenang
dan direncanakan dengan baik bukan berarti tidak bisa jelek. Selalu ada
pasang surutnya. Anda sendiri harus tenang untuk menghadapinya.
Filosofi
dalam permainan golf adalah bagaimana pemain menaklukkan diri sendiri.
Saat memukul, pegolf tidak sembarang memukul. Sebelum bola jauh
melayang, mereka harus punya perhitungan plus insting yang kuat agar
bola tepat sasaran.
Perhitungan
ini meliputi arah angin dan energi pukulan. Energi yang akan
dikeluarkan, jika tidak dikontrol, akan membuat bola terlempar jauh dari
sasaran. Intinya, semua dikerjakan dengan hati disertai kesabaran
tinggi. Dengan kesabaran dan ketekunan, didapat strategi serta
kecermatan menganalisis masalah.
Tak
aneh kalau penggemar golf adalah para pebisnis, pengusaha, atau
pejabat. Karena golf memberi efek positif bagi pekerjaan mereka,
terlebih pada saat membuat perencanaan dan program kerja.
Filosofi
lain dalam bermain golf adalah tak ada lawan yang kuat, kecuali melawan
diri sendiri. Jika seorang pegolf menang, bukan berarti dia mengalahkan
lawannya, tetapi dia sudah mampu mengalahkan diri sendiri. Di dunia
golf, para pemain diminta untuk mewasiti dan menjadi polisi untuk diri
sendiri. Ini disebabkan area permainan sedemikian luasnya, sehingga
tidak mungkin untuk selalu memonitor setiap gerak-gerik pemain di
lapangan.
Hanya
pada turnamen-turnamen utama, setiap grup pemain didampingi wasit
berjalan. Untuk itu, perlu dipupuk integritas, kejujuran, dan tentunya
pengetahuan peraturan yang cukup baik agar mampu menjadi wasit untuk
diri sendiri. Maka, golf banyak disebut sebagai a gentlement game,
sebuah permainan untuk para ksatria yang mengedepankan kehormatan,
integritas, dan kejujuran
Nah,
dalam persaingan bisnis, kalau Anda kalah berarti Anda juga kalah
waktu. Kita bisa semakin ketinggalan. Sebaliknya, bila menang ya menang
waktu. Kompetitor kita bisa semakin ketinggalan. Jangan lengah!
Selain
para staf dan karyawan, saya bekerja bahu-membahu bersama adik-adik
saya (Alim Mulia Sastra, Alim Satria, Alim Prakasa) serta beberapa
direktur lainnya. Mana mungkin saya dapat mengatasi sendiri berbagai
perusahaan dalam Grup Maspion yang dibagi dalam beberapa divisi?
Dia
setiap divisi, saya berduet dengan salah satu adik saya. Misalnya, di
Indal Aluminium, yang memproduksi peralatan rumah tangga dan produk
aluminium lainnya, saya memimpin bersama Alim Prakasa. Kalau adik saya
pergi ke luar negeri, ya, saya yang menangani.
Manusia
yang pengalaman, yang profesional, dan berbakat sangat penting. Negara
yang kekurangan sumber daya alam, tapi sumber daya manusianya
berkualitas, bisa maju. Manusialah yang menentukan negaranya maju dan
makmur. Sejarah telah membuktikannya. Negara-negara yang miskin sumber
daya alam seperti Singapura dan Jepang bisa sangat maju karena tingginya
kualitas sumber daya manusianya.
Di
benak saya, tidak mesti harus dari famili, dari Tionghoa, atau kalangan
tertentu. Yang penting, dia punya kontribusi. Kontribusi itu berarti
gajinya itu lebih kecil daripada dia punya sumbangan untuk perusahaan.
Dialah yang cocok di tempat itu. The right man on the right palace.
Satu
orang CEO itu sama dengan komandan satu batalyon tentara. Tidak apa-apa
kalau komandannya tidak mahir dalam menggunakan senjata otomatis atau
meriam. Yang penting, dia bisa membawahi anak buahnya dan organisasi dan
mempunya strategi. Jadi, seorang komandan tidak perlu atau tidak harus
lebih pandai mengoperasikan senjata otomatis atau meriam dibandingkan
prajuritnya.
Kalau
Anda dekat dengan manajer-manajer yang berbakat dan profesional, dan
Anda baik dengan mereka, otomatis mereka baik sama Anda. Anda jadi
center-nya. Bahkan, Anda tidak akan kekurangan manajer.
Manusia
mempunya kekurangan dan kelebihan. Kombinasi antara kekurangan dan
kelebihan itu akan menjadikan sesuatu yang sempurna. Sebuah baut,
misalnya, jangan dilihat dari ukurannya yang kecil. Meskipun kecil, baut
sangat penting karena tanpa itu mesin tidak bisa jalan. Maka,
sesungguhnya pegawailah yang membesarkan perusahaan. Perusahaan harus
berterima kasih kepada pegawai (karyawan).
Para
pegawai lama yang ikut berjuang sejak awal, dari perusahaan kecil
menjadi besar, hendaknya ditempatkan di tempat yang semestinya. Dengan
demikian, mereka merasa aman dan tidak sampai menjadi batu sandungan
bagi perkembangan perusahaan.
Sebagai
ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Timur, Alim Markus
punya banyak pengalaman dalam menghadapi karyawan dan serikat pekerja.
Berikut jurus Alim Markus untuk menciptakan hubungan yang harmonis
antara manajemen dan karyawan.
Saya
merasakan belajar banyak dan kerja keras itu merupakan unsur
kesuksesan. Kalau kita menanam padi, kita akan mendapat padi. Kalau kita
menanam jagung, ya, mendapat jagung. Kalau kita menanam banyak, kita
pun akan mendapat banyak hasil, sehingga usaha bisa maju dan sukses.
Namun,
bekerja keras juga perlu pemikiran yang strategis. Maspion itu suatu
pabrikan manufaktur. Tetapi Anda bisa lihat bahwa lokasi Maspion unit I,
II, III, IV, V, dan di Jakarta berada di lokasi yang sangat strategis.
Dengan demikian, usaha Maspion punya dua keuntungan. Jika ada kenaikan
harga tanah pun untung karena lokasinya yang strategis.
Beri
pegawai yang baik dan berprestasi honor dan jenjang karir yang baik,
dan hari depan yang baik. Sehingga, mereka merasa diperhatikan. Tentu
dengan sistem pengawasan dan sistem rotasi, dengan catatan hanya dua
atau tiga bagian saja dari 10 bagian, misalnya. Tidak perlu dirotasi
total. Bagian vital yang ada kerahasiaannya tidak semua orang bisa
mengerjakannya.
Jangan
menganakemaskan satu pegawai karena 99 pegawai bisa jadi anak tiri.
Segala masalah yang menyangkut sumber daya manusia harus cepat
ditangani, karena kalau tidak pegawai baik pun bisa menjadi jelek.
Sebagai
pemimpin atau dewan direksi, kita harus saling menghormati dan menjalin
komunikasi dengan staf dan karyawan. Di Maspion, tiga layer tersebut
(pimpinan, staf, dan karyawan) penting menjaga kekompakan dan semangat
teamwork. Tentu saja diimbangi dengan gaji atau honor yang layak.
Terhadap
pegawai yang bekerja tidak teliti, ngawur, dan malas-malasan, saya bisa
menegur. Tapi kalau kesalahannya tidak disengaja, juga pertama kali,
saya kasih kesempatan untuk berubah atau memperbaiki diri. Sebagai bos,
tekanan memang lebih berat. Tetapi jangan lupa memberikan kepada pegawai
apa yang harus mereka dapatkan.
Cintailah
pegawai karena gaji mereka sering kecil. Selain itu, ingat, setiap
orang memiliki kehormatan. Untuk menjaga hubungan, kehormatan itu harus
selalu dijaga. Lantas, apa kita saya mengelola karyawan Maspion yang
jumlahnya lebih dari 20 ribu? Saya lugas saja menjawab: Mereka harus
diperlakukan secara manusiawi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar