Kamis, 03 Januari 2013

Kesuksesan Alim Markus dengan MASPION

Siapa tak kenal Alim Markus? Presiden direktur Grup Maspion ini merupakan contoh pengusaha sukses yang merintis usaha dari bawah. “Kerja, kerja, kerja, kemudian belajar!” begitu salah satu kiat suksesnya. Belum lama ini, Alim Markus (60) merilis buku berjudul 100 Jurus Bisnis Alim Markus di kampus Untag Surabaya. Berikut nukilannya:

Saya mulai terjun di dunia usaha di umur belia. Sebelum usia 20 tahun, hidup saya bergantung 100% rajin kerja keras. Pada usia 20 hingga tahun, usaha saya sudah kelihatan sedikit baik. Ada fondasi, 10% tergantung unsur luck (keberuntungan), 90% tergantung rajin kerja keras.

Unsur luck itu bisa pelan-pelan bertambah kira-kira, ya, 20% sampai 40%. Tapi suatu usaha timing tidak tepat. Tempatnya salah dan tidak cocok, organisasinya tidak kompak. Dengan gegabah dilaksanakan usaha itu. Jadi, bisa dibayangkan kegagalannya.

Sejak usia 15 tahun, saya mengetahui bahwa cari uang itu sulit. Hidup itu banyak tantangan karena usaha orangtua masih kecil. Tinggal di sebuah rumah petak seluas 4 X 4 meter persegi di Jalan Kapasan Gang II Nomor 2, saya hidup uyel-uyelan dengan ayah, ibu, dan keempat adik saya. 

Jadi, saya harus bekerja keras. Orang lain bekerja delapan jam sehari, saya 14 jam, dari jam lima pagi, ayam berkokok sampai jam 19.00, setan mulai keluar, katanya.

Sejak muda saya mempunya cita-cita yang besar untuk menjadi pengusaha besar. Saya juga memiliki keinginan untuk tidak menjadi nomor dua atau tiga, tapi harus nomor satu. Tetapi tentu saja keinginan itu saya simpan dalam hati, karena saya tidak boleh sombong. 

Karena itu, saya berusaha untuk lebih rajin belajar. Dalam hal ini, awalnya saya banyak belajar dari kerja keras dan ketekunan ayah saya, Alim Husin, dan kemudian belajar dari pengusaha lainnya. 

Saat usia masih sangat muda, saya sudah jadi verkoper. Masuk keluar pasar yang becek. Hidup yang sulit itu merupakan latihan yang ampuh. Suatu hal yang sangat berharga, tidak bisa dibeli dengan uang satu miliar pun.

Banyak orang mungkin tidak percaya bahwa saya mengalami hidup yang berat di masa remaja. Mereka mungkin berpikir, saya adalah anak pengusaha kaya, yang menikmati kehidupan mewah sehari-hari. Bagaimana mungkin. Bisnis orangtua saya masih kecil, rumah pun di gang sempit. Tapi, untungnya, keluarga saya mendidik saya tidak menjadi anak yang suka mengeluh. Ini sungguh saya syukuri. 




Saya mengalami usaha sebagai pengusaha lemah, tanpa modal banyak. Tetapi, ibarat tanaman, saya tidak tumbuh di dalam rumah, namun di hutan belantara. Sehingga, saat jadi besar, saya tidak takut pada angin ribut dan hujan yang lebat. Karena akarnya masuk ke tanah dalam sekali.

Setelah memulai usaha, setapak demi setapak, saya memahami tidak ada jalan lain untuk terus-menerus mengakumulasi modal. Di kemudian hari saya pun tahu nasihat seorang pengusaha Amerika kaya-raya, yang di masa kecil berjualan pembersih peralatan dapur. Bagaimana caranya?

Pengusaha Amerika ini mengatakan, kalau kita ingin penghasilan lebih besar, ya, menjual barang lebih banyak. Untuk itu, kita harus menawarkan barang kepada lebih banyak orang. Semakin banyak menawarkan, semakin banyak barang terjual. 

Di masyarakat bisnis itu tidak ada pemberian gelar dari universitas biarpun Anda sudah berusaha selama 40 tahun. Sehingga, banyak pengusaha yang usahanya dari nol, setelah sukses pun tidak ada gelar. Businessman melalui kegiatannya memberikan kontribusi kepada masyarakat dan masyarakat memberikan penghargaan. 

Dunia bisnis adalah dunia yang riil atau nyata, banyak perubahan. Tidak mesti seperti yang diajarkan di sekolah bahwa 1 + 1 = 2.

Dalam suatu usaha bisnis tidak ada formula yang baku. Demikian pula sukses tidak ada formula bakunya. Namun, kalau bisa tahu unsur-unsurnya, persentase suksesnya akan lebih besar. 

Di antara unsur-unsur sukses tersebut tentunya adalah belajar dari orang-orang yang sudah sukses. Seandainya kita ingin jadi dokter, kita tentunya juga harus belajar dari dokter beneran. Bukan orang di luar dokter, meskipun dia pernah belajar ilmu kedokteran. 

Dari orang-orang yang telah sukses itulah nantinya kita memperoleh beragam pelajaran. Kita pun akan tahu unsur-unsur dasar untuk sukses seperti belajar dan bekerja secara tekun.

Saya melakukan segalanya dengan well-prepared. Persiapan sebaik-baiknya. Seperti dalam menghadapi perubahan cuaca. Sebelum hujan, siaplah payung. Seperti ketika kita menjalani ujian sekolah, kita harus membuat persiapan. 

Tidak mungkin kita tidak mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik bila kita menginginkan hasil ujian yang baik. Dalam berbisnis pun sama saja. Tak mungkin kita memperoleh hasil yang baik tanpa persiapan yang bagus pula. 




Dalam berusaha, kita harus maju terus, tapi dengan hati-hati. Dengan hati-hati majulah terus seperti kapal berlayar. Harus dihitung ombak laut seberapa tinggi. Sebelum berlayar, perhatikan ombak lautnya seberapa keras.

Konfusius (Khonghuchu) pernah mengatakan, sikap hati-hati jarang memunculkan kesalahan. Saya percaya benar. Dengan prinsip kehati-hatian dalam binis, kita dikondisikan untuk mempertimbangkan berbagai kemungkinan apa yang akan terjadi di masa depan dengan melihat fakta-fakta yang ada.

Dipadu dengan pengalaman-pengalaman kita, dan juga pengalaman pengusaha lain, kita dapat menganalisis sebelum memutuskan langkah-langkah yang akan kita ambil. 
Berbisnis itu seperti main golf. Hole pertama jelek, ya, di hole kedua. Sikap tenang dan direncanakan dengan baik bukan berarti tidak bisa jelek. Selalu ada pasang surutnya. Anda sendiri harus tenang untuk menghadapinya.

Filosofi dalam permainan golf adalah bagaimana pemain menaklukkan diri sendiri. Saat memukul, pegolf tidak sembarang memukul. Sebelum bola jauh melayang, mereka harus punya perhitungan plus insting yang kuat agar bola tepat sasaran.

Perhitungan ini meliputi arah angin dan energi pukulan. Energi yang akan dikeluarkan, jika tidak dikontrol, akan membuat bola terlempar jauh dari sasaran. Intinya, semua dikerjakan dengan hati disertai kesabaran tinggi. Dengan kesabaran dan ketekunan, didapat strategi serta kecermatan menganalisis masalah.

Tak aneh kalau penggemar golf adalah para pebisnis, pengusaha, atau pejabat. Karena golf memberi efek positif bagi pekerjaan mereka, terlebih pada saat membuat perencanaan dan program kerja. 

Filosofi lain dalam bermain golf adalah tak ada lawan yang kuat, kecuali melawan diri sendiri. Jika seorang pegolf menang, bukan berarti dia mengalahkan lawannya, tetapi dia sudah mampu mengalahkan diri sendiri. Di dunia golf, para pemain diminta untuk mewasiti dan menjadi polisi untuk diri sendiri. Ini disebabkan area permainan sedemikian luasnya, sehingga tidak mungkin untuk selalu memonitor setiap gerak-gerik pemain di lapangan. 

Hanya pada turnamen-turnamen utama, setiap grup pemain didampingi wasit berjalan. Untuk itu, perlu dipupuk integritas, kejujuran, dan tentunya pengetahuan peraturan yang cukup baik agar mampu menjadi wasit untuk diri sendiri. Maka, golf banyak disebut sebagai a gentlement game, sebuah permainan untuk para ksatria yang mengedepankan kehormatan, integritas, dan kejujuran

Nah, dalam persaingan bisnis, kalau Anda kalah berarti Anda juga kalah waktu. Kita bisa semakin ketinggalan. Sebaliknya, bila menang ya menang waktu. Kompetitor kita bisa semakin ketinggalan. Jangan lengah! 





Selain para staf dan karyawan, saya bekerja bahu-membahu bersama adik-adik saya (Alim Mulia Sastra, Alim Satria, Alim Prakasa) serta beberapa direktur lainnya. Mana mungkin saya dapat mengatasi sendiri berbagai perusahaan dalam Grup Maspion yang dibagi dalam beberapa divisi? 

Dia setiap divisi, saya berduet dengan salah satu adik saya. Misalnya, di Indal Aluminium, yang memproduksi peralatan rumah tangga dan produk aluminium lainnya, saya memimpin bersama Alim Prakasa. Kalau adik saya pergi ke luar negeri, ya, saya yang menangani.

Manusia yang pengalaman, yang profesional, dan berbakat sangat penting. Negara yang kekurangan sumber daya alam, tapi sumber daya manusianya berkualitas, bisa maju. Manusialah yang menentukan negaranya maju dan makmur. Sejarah telah membuktikannya. Negara-negara yang miskin sumber daya alam seperti Singapura dan Jepang bisa sangat maju karena tingginya kualitas sumber daya manusianya.

Di benak saya, tidak mesti harus dari famili, dari Tionghoa, atau kalangan tertentu. Yang penting, dia punya kontribusi. Kontribusi itu berarti gajinya itu lebih kecil daripada dia punya sumbangan untuk perusahaan. Dialah yang cocok di tempat itu. The right man on the right palace.

Satu orang CEO itu sama dengan komandan satu batalyon tentara. Tidak apa-apa kalau komandannya tidak mahir dalam menggunakan senjata otomatis atau meriam. Yang penting, dia bisa membawahi anak buahnya dan organisasi dan mempunya strategi. Jadi, seorang komandan tidak perlu atau tidak harus lebih pandai mengoperasikan senjata otomatis atau meriam dibandingkan prajuritnya.

Kalau Anda dekat dengan manajer-manajer yang berbakat dan profesional, dan Anda baik dengan mereka, otomatis mereka baik sama Anda. Anda jadi center-nya. Bahkan, Anda tidak akan kekurangan manajer.

Manusia mempunya kekurangan dan kelebihan. Kombinasi antara kekurangan dan kelebihan itu akan menjadikan sesuatu yang sempurna. Sebuah baut, misalnya, jangan dilihat dari ukurannya yang kecil. Meskipun kecil, baut sangat penting karena tanpa itu mesin tidak bisa jalan. Maka, sesungguhnya pegawailah yang membesarkan perusahaan. Perusahaan harus berterima kasih kepada pegawai (karyawan). 

Para pegawai lama yang ikut berjuang sejak awal, dari perusahaan kecil menjadi besar, hendaknya ditempatkan di tempat yang semestinya. Dengan demikian, mereka merasa aman dan tidak sampai menjadi batu sandungan bagi perkembangan perusahaan. 





Sebagai ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Timur, Alim Markus punya banyak pengalaman dalam menghadapi karyawan dan serikat pekerja. Berikut jurus Alim Markus untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara manajemen dan karyawan.

Saya merasakan belajar banyak dan kerja keras itu merupakan unsur kesuksesan. Kalau kita menanam padi, kita akan mendapat padi. Kalau kita menanam jagung, ya, mendapat jagung. Kalau kita menanam banyak, kita pun akan mendapat banyak hasil, sehingga usaha bisa maju dan sukses.

Namun, bekerja keras juga perlu pemikiran yang strategis. Maspion itu suatu pabrikan manufaktur. Tetapi Anda bisa lihat bahwa lokasi Maspion unit I, II, III, IV, V, dan di Jakarta berada di lokasi yang sangat strategis. Dengan demikian, usaha Maspion punya dua keuntungan. Jika ada kenaikan harga tanah pun untung karena lokasinya yang strategis.

Beri pegawai yang baik dan berprestasi honor dan jenjang karir yang baik, dan hari depan yang baik. Sehingga, mereka merasa diperhatikan. Tentu dengan sistem pengawasan dan sistem rotasi, dengan catatan hanya dua atau tiga bagian saja dari 10 bagian, misalnya. Tidak perlu dirotasi total. Bagian vital yang ada kerahasiaannya tidak semua orang bisa mengerjakannya.

Jangan menganakemaskan satu pegawai karena 99 pegawai bisa jadi anak tiri. Segala masalah yang menyangkut sumber daya manusia harus cepat ditangani, karena kalau tidak pegawai baik pun bisa menjadi jelek. 

Sebagai pemimpin atau dewan direksi, kita harus saling menghormati dan menjalin komunikasi dengan staf dan karyawan. Di Maspion, tiga layer tersebut (pimpinan, staf, dan karyawan) penting menjaga kekompakan dan semangat teamwork. Tentu saja diimbangi dengan gaji atau honor yang layak.

Terhadap pegawai yang bekerja tidak teliti, ngawur, dan malas-malasan, saya bisa menegur. Tapi kalau kesalahannya tidak disengaja, juga pertama kali, saya kasih kesempatan untuk berubah atau memperbaiki diri. Sebagai bos, tekanan memang lebih berat. Tetapi jangan lupa memberikan kepada pegawai apa yang harus mereka dapatkan. 

Cintailah pegawai karena gaji mereka sering kecil. Selain itu, ingat, setiap orang memiliki kehormatan. Untuk menjaga hubungan, kehormatan itu harus selalu dijaga. Lantas, apa kita saya mengelola karyawan Maspion yang jumlahnya lebih dari 20 ribu? Saya lugas saja menjawab: Mereka harus diperlakukan secara manusiawi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar